Jakarta - Kasus hukum yang menyangkut properti seperti tanah, di tahun ini diprediksi akan semakin banyak, mulai dari pemalsuan sertifikat, sengketa dan banyak lagi. Kenapa?
Hal tersebut seperti diungkapkan Pengamat Hukum Properti Erwin Kallo, menurutnya karena banyak Undang-undang dan Peraturan Pemerintah (PP) yang bertentangan dan menimbulkan banyak masalah hukum.
"Salah satunya PP nomer 11/2010 tentang Pembebasan Tanah Terlantar, bayangkan dalam 3 tahun kalau ada tanah yang tidak digarap, akan dirampas oleh pemerintah tanpa ganti rugi," ujar Erwin ketika ditemui di kantornya Setiabudi Building, Rabu (3/1/2012).
Menurutnya PP tersebut, sangat tidak masuk akal. Padahal banyak pengembang, mereka beli tanah pada saat harga murah, belum ada infrastruktur, dan baru digarap setelah bertahun-tahun kalau ada pembangunan infrasturktur.
"Memang tujuan PP ini terlihat baik, jika ada tanah terlantar 3 tahun maka akan diambil negara dan dibagi-bagi ke rakyat untuk digarap, kalau untuk tanah pertanian dan perkebunan mungkin bisa lah," ujarnya.
Tapi kalau itu tanah untuk bangun perumahan dan lainnya, bisa dibayangkan potensi kasus hukumnya. "Tidak usah di desa, di Jakarta saja banyak khususnya ditengah kota, apa tanah-tanah kosong tersebut mau dirampas haknya, dan dibagi ke petani untuk digarap," ungkap Erwin.
Dikatakannya PP ini sudah melangkahi peraturan diatasnya seperti UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960, UU no 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah dengan ganti rugi.
"Peraturan seperti inilah yang digunakan para oknum-oknum untuk memeras, ini kan bisa menimbulkan tindak kejahatan," ujarnya.
Ada juga Undang-undang rumah susun, dimana diatur setiap pengembang yang bangun apartemen wajib 20% dibangunkan rumah susun bagi rakyat.
"Bagus tujuannya, tapi kalau developer bangun di Samarinda, di Papua kondotel, masa 20% dibangunkan rumah susun, siapa yang mau beli, daerah tersebutkan sangat luas, Pemdanya malah ingin menyebarkan pembangunan, tapi itu wajib," kata Erwin.
Yang jelas, banyak lagi peraturan pertanahan dan perumahan yang membuat dan menimbulkan masalah hukum.
"Dengan dasar PP tadi di atas, oknum BPN bisa dengan mudah ciptakan sertifikat 'palsu', kasusnya sudah banyak, dengan dasar tanah terlantar tahu-tahu direbut negara," ujarnya.
Makanya pada tahun lalu saja cukup banyak kasus pemalsuan sertifikat yang sampai masuk ranah hukum dan memakan waktu panjang. "Di kami saja, ada 50 lebih kasus hanya untuk tangani kasus pemalsuan sertifikat saja," tandas pendiri kantor hukum Erwin Kallo & co ini.
sumber: detik properti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar